Kembali

Kemenkes Gelar Public Hearing RPMK Penyelenggaraan Kesehatan Substansi Pendanaan Kesehatan

Sekretaris BKPK Kemenkes Etik Retno Wiyati membuka acara Public Hearing RPMK tentang Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Substansi Pendanaan Kesehatan

Jakarta, 5 September 2024

Sekretaris Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan (BKPK Kemenkes) Etik Retno Wiyati membuka secara resmi acara Public Hearing Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Substansi Pendanaan Kesehatan, Kamis (5/9).

Menurut Etik, pertemuan hari ini adalah untuk menyusun RPMK sebagai amanah dari UU Nomor 17 tahun 2023 dan PP Nomor 28 Tahun 2024. Kedua peraturan tersebut mengamanahkan 161 (serratus enam puluh satu) amanah dengan rincian 4 (empat) delegasi Peraturan Presiden, 1 (satu) delegasi Keputusan Presiden dan 156 (seratus lima puluh enam) delegasi Peraturan Menteri Kesehatan.

Terdapat 5 (lima) amanah RPMK dari UU Kesehatan yang akan digabungkan dengan 156 (seratus lima puluh enam) amanah PP Kesehatan untuk menghasilkan  14 (empat belas) RPMK simplifikasi. Salah satu yang akan diterbitkan adalah substansi pendanaan kesehatan.

“Didalam menyusun peraturan perundang-undangan harus melibatkan partisipasi dari masyarakat untuk memberikan masukan dan saran terhadap rancangan peraturan yang akan kita susun’” jelas Etik. Kegiatan ini memberikan hak kepada masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya dan menjadi bagian dari kebijakan yang akan diatur dalam RPMK.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK) Ahmad Irsan A. Moeis menerangkan ada 3 (tiga) mandat dari  PP Nomor 28 yang didelegasikan untuk dibuatkan RPMK.

“Yang pertama, pasal 1139 yang mendelegasikan untuk menyusun ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pendanaan kesehatan yang diatur dengan Peraturan Menteri,” ungkap Irsan.

Kemudian delegasi kedua didalam Pasal 1140 ayat 4 agar mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Yang ketiga Pasal 1141 ayat 2 yang menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai kajian pendanaan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

RPMK diarahkan untuk memastikan penguatan siklus Public Financial management (PFM) agar dapat menciptakan pendanaan kesehatan yang cukup, efektif dan efisien, merata dan berkesinambungan. Ada 4 (empat) prinsip yang diminta.

Pertama, kecukupan yang didefinisikan sebagai ukuran yang menggambarkan seberapa cukup alokasi anggaran sektor kesehatan dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat.

“Kedua, efektifitas dan efisiensi,” jelas Irsan. Efektivitas didefinisikan sejauh mana pengeluaran kesehatan mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan. Efisiensi didefinisikan  seberapa baik sumber daya yang tersedia (dana, tenaga kerja, peralatan) digunakan untuk mencapai hasil kesehatan yang maksimal.

Sementara prinsip keadilan diartikan distribusi sumber daya kesehatan secara adil dan merata di seluruh populasi, memastikan bahwa semua individu, terlepas dari lokasi geografis, status ekonomi, atau faktor demografis lainnya, memiliki akses yang setara terhadap layanan kesehatan.

Terakhir terkait prinsip kesinambungan adalah kemampuan untuk mempertahankan alokasi dandistribusi dana kesehatan secara konsisten dan berkelanjutan dari waktu ke waktu.

Irsan selanjutnya menjelaskan ada 3 (tiga) tantangan Public Financial Management (PFM) yang perlu dijawab dalam RPMK Pendanaan Kesehatan. Pertama, banyaknya platform pelaporan keuangan, programatik, dan hasil capaian. Kedua, rendahnya ketersediaan data/informasi terkait jumlah sasaran penerima layanan kesehatan melalui sistem informasi secara berkala dan bersifat kohort/longitudinal.

“Tantangan ketiga adalah kita melihat lemahnya mekanisme insentif/disinsentif dalam tahap evaluasi realisasi pendanaan dan pencapaian indikator kinerja,” terang Irsan.

Dalam kesempatan sesi penyampaian aspirasi dan diskusi, Kepala BKPK Kemenkes Syarifah Liza Munira menyampaikan dengan mengutip pernyataan Menteri Kesehatan bahwa sektor kesehatan ini unik dan asimetrik informasinya tinggi. Sebagai contoh, tindakan medis Sirkumsisi (khitan) di Puskesmas harganya diperkirakan Rp. 500 ribu. Kalau sudah ke RSUD bisa jadi Rp. 1 juta. Di rumah sakit lain bisa menjadi 5 juta atau bahkan lebih tinggi lagi. Padahal kalau lihat kurs, satu tempat ke tempat lain berimbang. Hal inilah yang menjadi salah satu concern Kemenkes. “Kita ingin informasi sektor kesehatan ini bisa tertangkap dengan baik,” jelas Lisa.

Saat ini Kemenkes sedang membangun sistem informasi kesehatan nasional yaitu Satu Sehat. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan terutama yang bekerjasama dengan BPJS agar dapat terintegrasi kedalam layanan Satu Sehat.

Dari data streaming yang kita dapatkan dari sistem informasi kesehatan nasional ini atau Sistem Satu Sehat, bisa dilihat dimana ada inefisiensi. “Dimana ada biaya yang ditanggung oleh demografi tertentu, Dimana ada distribusi cost yang terlalu tinggi,” ungkapnya lebih lanjut.  Hal ini dapat memberikan feedback dalam satu sistem, terutama secara umum ini dapat memberikan bahan masukan untuk penyusunan kebijakan.

RPMK telah diunggah pada website https://partisipasisehat.kemkes.go.id/ dan masukan tertulis terhadap RPMK dapat disampaikan melalui website dimaksud.

(Penulis Fachrudin Ali/Edit Timker HDI)